MENELISIK LEGALITAS PENCABUTAN IZIN TAMBANG MINERBA

April 27, 2022 / Dibuat Oleh Ahmad Redi


Presiden Joko Widodo berkomitmen melakukan penataan perizinan pertambangan dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam Indonesia. Melalui Keppres No. 1 Tahun 2022 dibentuklah Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi. Satgas ini diberikan tugas, antara lain memberikan rekomendasi kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM untuk melakukan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP).

Setidaknya telah ada 180 IUP yang dicabut oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM sejak Satgas ini terbentuk pada 20 Januari 2022. Pelaku usaha pertambangan yang IUP-nya dicabut tentu merasa pencabutan IUP-nya merugikan kepentingan usahanya, sehingga menolak pencabutan IUP-nya. Dari segi hukum administrasi negara aspek pertambangan minerba, keputusan pencabutan IUP oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM ini tentu potensial memiliki permasalahan hukum. Celah ini dapat digunakan oleh pelaku usaha pertambangan untuk menyoal legalitas pencabutan IUP oleh Menteri Investasi.

Cacat Kewenangan

Dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan diatur bahwa sah tidak sahnya sebuah keputusan pejabat pemerintahan, harus memenuhi tiga syarat, yaitu: (a) ditetapkan oleh pejabat yang berwenang; (b) dibuat sesuai prosedur; dan (c) substansi yang sesuai dengan objek keputusan. Sahnya keputusan wajib didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Baca Selengkapnya...


Terkait dengan kewenangan pencabutan IUP. Dalam UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba diatur bahwa Menteri ESDM-lah yang memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan IUP. Dalam Pasal 119 UU Minerba diatur bahwa IUP dapat dicabut oleh Menteri ESDM jika: (a) pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP serta ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pemegang IUP melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU Minerba; atau (c) pemegang IUP dinyatakan pailit.

Kewenangan Menteri ESDM untuk mencabut IUP ini merupakan kewenangan atribusi. Kewenangan atribusi merupakan pemberian kewenangan kepada badan dan/atau pejabat pemerintahan oleh UUD 1945 atau UU. Hal ini diatur dalam Pasal 1 angka 22 UU Administrasi Negara. Kewenangan atribusi Menteri ESDM ini, memang dapat didelegasikan kepada pejabat pemerintahan lainnya, misalnya kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 UU Administrasi Pemerintahan, dengan syarat: (a) pendelegasian kewenangan ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; (b) pejabat pemerintahan memperoleh wewenang melalui delegasi apabila diberikan oleh pejabat pemerintahan pejabat pemerintahan lainnya; dan (c) pendelegasian ditetapkan dalam peraturan pemerintah atau peraturan presiden untuk kewenangan di tingkat pemerintah pusat.

Pertanyaannya, apakah ada PP atau Perpres yang memberikan delegasi kewenangan pencabutan IUP dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM? Jawabannya: ada, yaitu Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2020, yang di dalam Permen ini mengatur pendelegasian kewenangan pemberian dan pengakhiran IUP dari Menteri ESDM kepada Menteri Investasi/Kepala BKPM. Namun demikian, bila merujuk peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yaitu UU Administrasi Pemerintahan, bahwa pendelegasian kewenangan hanya dapat dilakukan melalui produk hukum “PP atau Perpres”, bukan “Permen”.

Pemberian kewenangan delegasi melalui produk hukum PP atau Perpres ini tidak hanya soal kepentingan legalitas, tetapi juga kepentingan etika kenegaraan. Kewenangan atribusi merupakan kewenangan yang diperoleh melalui UUD 1945 atau UU, sehingga bila kewenangan atribusi ini akan didelegasikan maka haruslah Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara bukan oleh menteri sebagai pembantu Presiden.

Cacat Prosedural dan Substansi

Selain masalah kewenangan, prosedur dan substansi pencabutan IUP haruslah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan AUPB. Prosedur ini khususnya mengenai penjatuhan sanksi. UU Minerba mengatur bahwa pelaku usaha pertambangan dapat dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, dan/atau pencabutan IUP.

Ketentuan prosedur penjatuhan sanksi dalam UU Minerba ini diatur lebih lanjut dalam PP No. 96 tahun 2021. Dalam PP ini diatur bahwa pelaku usaha yang melakukan pelanggaran administrasi dikenai peringatan tertulis paling banyak 3 kali untuk jangka waktu 30 hari. Apabila pelaku usaha yang dikenai sanksi peringatan tertulis belum melakukan kewajibannya maka dikenai sanksi penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi/operasi produksi selama 60 hari. Apabila pelaku usaha ini tetap tidak melaksanakan kewajibannya maka barulah dikenai sanksi pencabutan IUP.

Secara prosedural, pengenaan sanksi pencabutan IUP tidak boleh dilakukan secara sporadik dan langsung tanpa ada gradasi sesuai yang diatur dalam PP No. 96 Tahun 2021. Apabila pencabutan IUP tanpa melalui gradasi pemberian sanksi peringatan tertulis dan penghentian sementara kegiatan maka telah terjadi cacat prosedural dalam penerbitan SK Pencabutan IUP. Melihat waktu pembentukan Satgas pada tanggal 20 Januari 2022, maka setidaknya bulan baru Juni 2022, pencabutan IUP dapat dilakukan.

Selain prosedur ini, UU Administrasi Pemerintahan juga mensyaratkan agar setiap Keputusan harus diberi alasan pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis yang menjadi dasar penetapan keputusan (Pasal 55), termasuk pencabutan IUP. Bahkan dalam Pasal 46 UU ini diatur bahwa pejabat pemerintahan harus memberikan sosialisasi kepada pihak-pihak yang terlibat mengenai dasar hukum, persyaratan, dokumen, dan fakta yang terkait sebelum menetapkan dan/atau melakukan keputusan.

Belum lagi apabila SK Pencabutan IUP diuji dengan AUPB sesuai Pasal 10 UU Administrasi Pemerintahan, khususnya asas tidak menyalahgunakan kewenangan, keterbukaan, kepentingan umum, dan pelayanan yang baik. Tentu akan semakin menambah kompleksitas permasalahan pencabutan IUP oleh Menteri Investasi. Sejatinya, hukum administrasi negara menempatkan perlindungan hak asasi manusia, asas legalitas, dan AUPB sebagai dasar penyelenggaraan administrasi negara dengan prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip negara hukum.

Akhirnya, semangat baik Presiden Joko Widodo perlulah dilaksanakan oleh para menteri dengan semangat penghormatan terhadap perlindungan hak asasi, legalitas, dan AUPB. Pelaku usaha pertambangan tentu dapat dibina dan diawasi, sehingga ada upaya korektif secara mediatif dan solutif bagi kepentingan pelaku usaha dan kepentingan nasional. Berbagai kebijakan yang tidak pro investasi tentu akan merugikan kepentingan nasional. Selain bahwa kepentingan investasi harus pula bersanding dengan kepentingan lingkungan hidup dan sosial dalam dimensi pembangunan berkelanjutan. (April 2022)

Download News

April 27, 2022 / Dibuat Oleh Ahmad Redi

DOWNLOAD